Senin, 22 Desember 2008

Visioning Kampung Pelangi


Sukunan Kampung Wisata Lingkungan


“Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar……….”
Lagu Lir-ilir karya Kanjeng Sunan Ampel pun ikut aku masukkan dalam materi ini untuk menyentuh hati dan perasaan peserta. Luar biasa!! Hampir semua peserta mampu mengekspresikan perasaannya saat mendengar lagu tersebut dalam bentuk puisi.

Deg-degan, Itu yang aku rasakan saat akan memulai sesi pertama dalam visioning kampung pelangi. Bagaimana tidak?! Aku akan memberikan materi kepada masyarakat kampungku sendiri yang notabene sudah mengenal ku sejak dari kecil. Yah, ini merupakan ajang pembuktianku kepada masyarakat bahwa Hari sekarang sudah berubah, bukan Hari yang dulu lagi. Aku beruntung karena sudah mendapatkan ilmu vibrant, dan itu yang menguatkanku dan menambah semangatku bahwa aku mampu. Aku mengawali materi dengan sedikit menggerakkan tubuh, peserta aku minta untuk berdiri dan kemudian mengulurkan tangannya keatas, samping dan ke depan, ternyata Ini sangat manjur untuk mengurangi rasa grogiku dan kekakuan peserta.
Suasanapun menjadi riuh dengan tawa canda peserta sambil mengulurkan tangannya, kekakuan, keseriusan dalam kelas pun mulai hilang. Nah! Ini yang saya harapkan dalam setiap pelatihan, peserta merasa santai, senang dan nyaman berada di kelas sehingga materi mudah diterima oleh peserta. Pada visioning kali ini aku membawakan materi “Peta posisi diri” yaitu mengajak peserta membicarakan tentang posisi diri perorangan, posisi diri dalam team serta apa hasil atau capaian terbaik yang pernah didapatkan selama ini. Perlahan lagu LIr-ilir mulai terdengar……….

Lir ilir lir ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar
Bocah angon bocah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak iyo.

Lagu Lir-ilir karya Kanjeng Sunan Ampel pun ikut aku masukkan dalam materi ini untuk menyentuh hati dan perasaan peserta. Luar biasa!! Hampir semua peserta mampu mengekspresikan perasaannya saat mendengar lagu tersebut dalam bentuk puisi, Begitupun saat mereka menggambar simbol posisi diri mereka perorangan maupun dalam tim. Ini merupakan motivasi untuk diriku agar dapat memberikan yang terbaik bagi peserta pelatihan, setelah mereka antusias mengikuti visioning ini. Hingga akhir sesi peserta masih tampak semangat, ini terlihat saat aku tampilkan potongan film denias yang berjuang untuk dapat mengenyam pendidikan.
Akhirnya aku dapat menyelesaikan sesi ini dengan perasaan senang dan nyaman. Jadi pengen dapat kesempatan lagi untuk membawakan materi yang sama, tetapi dengan rancangan materi yang berbeda.

Selasa, 04 November 2008

Komposter Tungku


KOMPOSTER MODEL TUNGKU

Dalam proses pengomposan tidak mengeluarkan air lindi, bau tidak menyengat, cepat jadi, dan tidak ribet menggunakannya

Pengelolaan sampah mandiri dan produktif di Sukunan sudah banyak dikenal oleh masyarakat baik lokal, nasional bahkan internasional. Dalam pengelolaan tersebut Sukunan terus mengembangkan diri dalam kaitannya pengelolaan lingkungan secara umum. Seperti halnya dalam pengolahan sampah organik rumah tangga dan pekarangan. Sukunan merancang beberapa tempat pembuatan kompos (komposter) yang dirancang khusus untuk mengatasi sampah organik rumah tangga (sisa makanan, nasi, sayur, kulit buah, batang sayur, dll).

Komposter yang dikembangkan Sukunan dikenal dengan sebutan KOMPOSTER MODEL TUNGKU. Bahan yang digunakan bisa dari plastic, tanah liat, seng dan batako, sesuai dengan keinginan pemakainya. Komposter ini sangat mudah sekali pemakaiannya. Semua jenis sampah organik rumah tangga bisa masuk dalam komposter tersebut, yang penting ukurannya diperkecil.

Sebelum digunakan, komposter diisi dulu dengan penahan awal yang bisa hancur dan starter untuk pemacu penguraian sampahnya. Dalam proses pengomposan tidak mengeluarkan air lindi, bau tidak menyengat, cepat jadi, dan tidak ribet menggunakannya. Dalam praktek penggunaannya, bisa sharing dengan unit kompos yang di koordinatori oleh Mujiyono.

Kontak :

Mujiyono (081328081471)

Sukunan RT 08 / RW 19, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55293

Email : sukunanbersemi@yahoo.com

Produk : Kompos alami, Inokulan/starter, Komposter

Senin, 03 November 2008

Pengalaman Pertama

Energi positip yang selalu menguatkanku dalam pencarian ini ternyata membuahkan hasil, hingga akhirnya aku mendapatkan 1 daerah dampingan di bantaran sungai Winanga perkotaan Yogyakarta, yaitu : RW 006 Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta


Mencari dan memilih daerah dampingan merupakan pengalaman pertama yang aku peroleh setelah bekerja di Perkumpulan Jendela Ekologi. Hal ini memang karena sesuai dengan peran yang diberikan padaku di JE yaitu sebagai Manajer Pendampingan. Sebelum bekerja di Perkumpulan Jendela Ekologi aku bekerja di Sukunan membantu donor Sukunan dalam monitoring program serta mengumpulkan informasi dan data kegiatan disana.

Saat masih bekerja di Paguyuban Sukunan Bersemi unit Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), aku menginginkan sekali mengajak orang sebanyak-banyaknya untuk peduli pada lingkungan lewat pendampingan. Tapi keinginan itu belum bisa terwujud karena kapasitas kerjaku masih lingkup 1 RW dan manajemen paguyuban masih belum memungkinkan untuk melakukan hal itu. Setengah tahun bekerja di Paguyuban ada tawaran kerja sama dari beberapa LSM untuk melakukan pendampingan di 2 wilayah.

Ini pengalaman pertamaku melakukan pendampingan. Karena kerjasama dengan pihak lain, kapasitas kerjaku hanya melakukan penyuluhan, pelatihan dan mengevaluasi. Jadi wilayahnya sudah ditentukan oleh Lembaga tersebut. Aku masih bingung harus bagaimana dalam mendampingi warga dengan baik dan bagaimana agar masyarakat punya mimpi/cita-cita terhadap kampungnya. Itu penalamanku selama kerja di Paguyuban Sukunan Bersemi, kampungku sendiri.

Setelah bekerja di JE, ternyata tidak semudah seperti yang aku bayangkan dalam mencari daerah dampingan. Aku harus melakukan survei dan observasi lapangan terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana keadaan wilayah serta potensinya. Aku harus keluar masuk ke setiap jalan dan gang-gang di daerah yang akan dipilih. Harus mengumpulkan informasi dari warga sekitar, tetapi tidak secara langsung, hanya lewat obrolan-obrolan biasa seperti di warung, jalan dan tempat lain. Selain lewat pengumpulan data dan informasi dari lapangan, diperlukan juga perasaan/felling kita dalam menentukan lokasi. Bahkan keenggananku berurusan dengan birokrasi pemerintahanpun harus aku lalui. Walaupun kadang masih terbayangkan hal-hal jelek dari sistem kerja di pemerintahan kita.

Energi positip yang selalu menguatkanku dalam pencarian ini ternyata membuahkan hasil, hingga akhirnya aku mendapatkan 1 daerah dampingan di bantaran sungai Winanga perkotaan Yogyakarta, yaitu : RW 006 Suryowijayan, Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta

Doain ya?! Semoga aku, JE dan masyarakat disana mampu mengembangkan kampung ramah lingkungan.

Jumat, 31 Oktober 2008

Suryowijayan Kampung Legendaris













Nama Suryowijayan berasal dari nama Pangeran Suryowijoyo, putera HB VII.
"Tempat ini dulu menjadi pusat logistik," kata RM Noeryanto, cucu Sri Sultan HB VIII.

Suryowijayan memang kampung legendaris. Tidak hanya pamor dalam bergotong-royong tetapi Juga pamor sebagai kampung yang melahirkan pemain-pemain ketoprak. Dari Suryowijayan telah lahir pemain ketoprak mulai taraf kampung, nasional hingga internasional. Sebut saja Slamet Rejo, Sumo "Mahesa Jenar", Niti Gurnih, Wiryo dan Islan. Mereka adalah pemain ketoprak kawakan yang kini berusia senja. Dulu, mereka berlatih dan bermain di pendopo Dalem Suryowijayan yang telah berusia ratusan tahun. Pendopo, pringgitan dan bangunan lain menjadi saksi bisu perjuangan Indonesia zaman perjuangan.

"Tempat ini dulu menjadi pusat logistik," kata RM Noeryanto, cucu Sri Sultan HB VIII. Nama Suryowijayan berasal dari nama Pangeran Suryowijoyo, putera HB VII. Dalam perjalanannya, kepemilikan Dalem Suryowijayan beralih ke HB VIII. Isteri HB VIII adalah sosok pecinta ketoprak. Itulah sebabnya, di Dalem Suryowijayan akhirnya menjadi pusat kegiatan ketoprak. Bahkan, dilakukan pentas ketoprak setiap bulan. Sampai sekarang, kegiatan ketoprak terus berlangsung. Para pemain telah dikumpulkan dalam wadah Paguyuban Tari Suryo Kencono. Anggotanya tidak hanya pemain kawakan, melainkan anak-anak muda yang menggilai ketoprak.

Selain ketoprak, ada bentuk kesenian yang pernah lahir di Suryowijayan. Kesenian itu adalah musik bambu. Suara yang dimunculkan seperti nada musik umumnya. Ada bass, tenor, celo dan string. Permainan musik ini juga dilengkapi penyanyi. Kesenian tradisional itu sangat terkenal pada abad 18. Namun, sekitar 1960, musik bambu hilang ditelan zaman.

Kamis, 09 Oktober 2008

Sampah vs Perilaku

APA BENAR SAMPAH SUMBER MASALAHNYA???

Oleh : Hari S.

Plastik sendiri butuh waktu 200-1000 tahun untuk hancur, berarti dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini ada 2.190.000.000 x 20 tahun = 43.800.000.000 lembar plastik di propinsi Jogjakarta yang belum hancur. (kira-kira bisa untuk bikin candi Borobudur belum yach?!)he…he…he…


Banyak sekali tragedi lingkungan yang sudah terjadi di Indonesia ini seperti banjir, pencemaran air, wabah penyakit, meletusnya gunung sampah, meningkatnya suhu bumi dan lainya yang katanya disebabkan oleh sampah. Apa benar?

Setiap orang pasti akan menghasilkan sampah, baik sadar maupun tidak (kayaknya pura-pura nggak sadar deh!!he..he..). Ada temen-temen yang gak menghasilkan sampah?? Saat aku beli sambel welut dan belut goreng dengan rantang sendiri, penjualnya bicara seperti ini, “pake plastik aja ya, mas? “ yaahh!!ngapain aku bawa tempat sendiri kalau di kasih plastik lagi (bicaraku dalam hati). “gak usah bu, jadiin satu aja di rantang”tegasku. Ini hanya salah satu cerita kecil dimana betapa murahnya plastik yang tanpa dimintapun akan diberikan secara cuma-cuma oleh penjual.

Saat makan permen, kadang bungkusnya langsung kita buang karena hanya dianggap plastik kecil. Seperti halnya ketika belanja, kita tidak membawa tempat sendiri karena dari tokonya nanti dapat wadah gratis, sampai di rumah tas yang kita peroleh kadang langsung kita buang, tanpa mempertimbangkan bahwa tas itu dapat kita gunakan lagi untuk belanja atau hal lain. Selain itu kita menyukai sesuatu yang instan atau sekali pakai. Di sisi lain, sistem pengelolaan sampah yang umum di Indonesia masih sebatas KUMPUL – ANGKUT – BUANG, dan ketika jenis sampahnya berubah belum diikuti perubahan sistem pengelolaan sampah yang tepat.

Di Jogjakarta ini saja, setiap hari ribuan sampah plastik & kertas dihasilkan, Salah satunya dengan predikat Jogjakarta sebagai kota pelajar, yang setiap tahun bertambah jumlah pelajar/mahasiswa untuk mengenyam pendidikan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap produksi sampah setiap harinya. Misal, saat waktunya makan banyak para pelajar/mahasiswa membeli makanan dengan dibungkus karena ingin makan di kos-kosan. Setiap beli mereka jarang membawa tempat sendiri sehingga dibungkus dengan kertas/kardus dan dibawa dengan plastik kresek. Jika di Jogjakarta ada 1000 mahasiswa/pelajar, maka sekali waktu makan akan dihasilkan 1000 lembar kertas/kardus dan 1000 lembar plastik. Paling tidak mereka sehari makan 2 kali, sehingga dalam sehari ada 2000 lembar plastik dan 2000 lembar kertas/kardus. Maka dalam sebulan akan dihasilkan plastik 2000 x 30 = 60.000 lembar dan kertas/kardus 60.000 lembar, dalam setahun ada 60.000 x 12 = 720.000 lembar plastik dan kertas/kardus.

Jumlah penduduk saat ini di Jogjakarta lebih dari 3 juta orang, jika setiap orang mengkonsumsi 2 plastik perharinya, maka dalam 1 tahun ada 3.000.000 x 2 plastik x 365 hari = 2.190.000.000 lembar plastik. Dari jumlah itu belum semuanya terkelola dengan tepat, masih ada yang di buang di sungai, dibakar dan ditimbun. Plastik sendiri butuh waktu 200-1000 tahun untuk hancur, berarti dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini ada 2.190.000.000 x 20 tahun = 43.800.000.000 lembar plastik di propinsi Jogjakarta yang belum hancur. (kira-kira bisa untuk bikin candi Borobudur belum yach?!)he…he…

Itu dari sampah plastik saja, belum sampah yang lain. Plastik boleh murah tapi ternyata mahal yang harus kita bayar untuk kerusakan lingkungan akibat plastik tersebut. Sebenarnya dari sampah non organik itu jika dikelola dengan tepat tidak akan menjadi sampah, karena bisa diolah lagi/didaur ulang. Hanya beberapa jenis saja yang belum bisa diolah lagi.

Jadi, sebenarnya siapa yang salah?sampahnya atau perilaku manusianya?

Tapi aku YAKIN kerusakan bumi ini dapat TERKURANGI jika mulai dari SEKARANG kita melakukan perilaku yang RAMAH LINGKUNGAN pada DIRI SENDIRI terlebih dahulu. Yaitu dengan melakukan prinsip 3 R (reduce, reuse, recycle).

  • Reduce (mengurangi timbulnya sampah) :
Belanja membawa tas sendiri

- - Beli pulsa tronik

- - Beli barang yang bisa digunakan berulang-ulang

- - Dan lainnya

  • Reuse (menggunakan kembali) :

- - Pembibitan dengan gelas air mineral

- - Pot dari ember cat

- - Tas kresek yang masih bagus

- - Dan lainnya

  • Recycle (mendaur ulang) :

- - Buat kerajinan dari sedotan & plastik

- - Membuat kertas daur ulang

- - Membuat kompos dari sampah organik

Dan lainnya