Sabtu, 04 Februari 2012

Langkah -Langkah dan Indikator Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat

Langkah-langkah sederhana yang bisa kita lakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain :

1. Persiapan
a. Menyusun desain rancangan pembentukan motivator pemberdayaan masyarakat berbasis partisipatif dan instumen evaluasi.
b. Mencari data dan fakta awal tentang kondisi masyarakat.
c. Persamaan persepsi dengan instansi terkait, fasilitator, dan pendamping

2. Pelaksanaan
a. Ice breaker, bina suasana, membangun komitmen dan kesadaran.
b. Membuat kontrak belajar.
c. Simulasi Teknik-teknik PRA (membuat peta sosial, yang memuat peta potensi dan peta masalah; pengorganisasian masalah dan potensi; relasi serta aktivitas masyarakat).
d. Simulasi teknik-teknik Participatory Assessment Planning (identifikasi masalah sosial; identifikasi lingkungan internal dan eksternal; klasifikasi kelemahan, kekuatan, peluang; Menentukan Prioritas Masalah; Menentukan hubungan sebab akibat; analisis kontingensianalisis internal eksternal; dan penentuan program jangka pendek, menengah dan panjang); serta pembuatan pola jaringan/ kemitraan.
e. Action Plan Matrix (nama program, tujuan, sasaran, tahapan kegiatan, jadual, sumber dana & pendanaan, indikator keberhasilan).
f. Simulasi studi banding.
g. Seminar.

3. Penyusunan Laporan.
a. Penyusunan laporan dilakukan sebagai upaya untuk bahan evaluasi bagi perbaikan dimasa mendatang.
b. Laporan juga merupakan media yang sangat efektif bagi upaya pemasaran sosial tentang keberadaan proses pemberdayaan masyarakat.

4. Seminar hasil analisis.

5. Pendampingan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan indikator keberhasilan dari proses pemberdayaan masyarakat yaitu :

a. Terbentuknya para motivator yang memahami, mempunyai afeksi, dan terampil dalam pemberdayaan masyarakat lokal.

b. Tertransformasinya kesadaran, komitmen, kemauan, pengetahuan, keterampilan dan afeksi motivator terhadap para pejabat di lingkungan pemerintahan kecamatan/ dan desa/ dan kelurahan maupun para tokoh pembangunan masyarakat sekitar.

c. Tergerakkan/ termobilisasinya komunitas lokal untuk berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat luas sesuai dengan data, fakta lapangan dan analisis kebutuhan lokal di lapangan.

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi

Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah secara mendasar belum dapat menjawab segala permasalahan yang dialami masyarakat. Kesemua permasalahan tersebut dapat disebabkan diantaranya oleh sistem pelibatan/partisipasi/keikutsertaan masyarakat, mulai dari tahap perencanaan sampai pada evaluasi, yang kurang aspiratif. Akibatnya muncul partisipasi yang bukan berdasarkan kehendak masyarakat, tapi partisipasi yang dipaksakan atau partisipasi karena dimobilisasi (mobilize partisipation). Proses pelaksanaan pembangunan yang demikian itu akan memunculkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil yang dicapai. Selain itu kurangnya rasa memiliki dikalangan masyarakat terhadap
program yang dilaksanakan berakibat pada ancaman ketidakberlanjutan program (unsustainability), dan mudah sekali dilupakan dan ditinggalkan (hit and run).
Pembangunan partisipatif atau Pemberdayaan berbasis partisipasif yang diyakini akan memunculkan rasa memiliki terhadap suatu program mengharuskan bahwa setiap komponen masyarakat ikut terlibat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program. Dengan demikian paradigma pembangunan yang bersifat sentralistis dan top down harus mulai ditinggalkan. Hasil penelitian LPPM Uninus Bandung (2000) disebutkan bahwa pola pendekatan yang bersifat sentralistik dan Top Down seringkali menimbulkan permasalah-permasalahan seperti (1) Kurang terakomodasinya aspirasi dan kepentingan rakyat serta ketergantungan masyarakat kepada pihak ”luar” dalam pengambilan prakarsa dan perumusan program, (2) Terjadinya ketidakcocokan program (lag of program) antara “pemrakarsa” atau perancang program yang nota bene “orang luar” dengan pelaksana dilapangan (masyarakat), (3) Masyarakat sasaran program hanya sebagai objek, karena keterlibatannya hanya sebagai pelaksana, sehingga mereka seringkali tidak merasa sebagai pemilik program, (4) Karena tidak merasa memiliki program, akibatnya dukungan masyarakat terhadap program seperti ini seringkali semu, demikian pula dengan partisipasi mereka, (5) Tidak adanya proses pembelajaran (learning proccess) dari masyarakat dalam hal perencanaan dan pengorganisasian karena mereka hanya sebagai pelaksana (obyek), dengan demikian kurang menjamin keberlanjutan program karena prakarsa selalu datang dari luar dan keterampilannyapun akhirnya tetap dimiliki oleh orang luar.
Untuk menghindari masalah tersebut, sebenarnya sistem perencanaan pemberdayaan berbasis partisipatif sudah ada, tinggal bagaimana sistem itu dijalankan sinergis dengan kesadaran, komitmen dan kebersamaan mewujudkan partisipasi semua kalangan. Sistem itu dijalankan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Lokakarya Tingkat RW
Ditingkat ini, ada proses bagaimana menghasilkan usulan kegiatan dan rincian pendanaannya, yang dihasilkan dari usulan kebutuhan dan aspirasi masyarakat di masing-masing RT.
b. Lokakarya Desa (Musbangdes/ kelurahan)
Musbang desa/kelurahan adalah kegiatan untuk membahas hasil identifikasi kebutuhan dan aspirasi masyrakat ditingkat RW yang kemudian dibahas dan disepakati bersama di tingkat kelurahan. Dengan menghasilkan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) menetapkan prioritas identifikasi potensi dan masalah kunci Desa/Kelurahan, (2) Penetapan rumusan usulan perencanaan pembangunan secara partisipatif, (3) Prioritas usulan kegiatan dan (4) Pemilahan atau katagorisasi kegiatan berdasarkan pada sumber pendanaan yang dibutuhkan (Swadaya, dunia usaha/ Pemda).
c. Lokakarya Kecamatan (UDKP)
Kegiatan ini merupakan upaya mengsinergikan dan mengsinkronisasikan hasil-hasil musbang Desa/Kelurahan dalam satu wilayah kecamatan sehingga menjadi satu usulan yang sistematis, terkoordinasi dan terpadu unutuk di bawa ke rakorbang. Dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) Identifikasi dan kompilasi hasil-hasil Musbang desa/Kelurahan dan unit kerja kecamatan, (2) Prioritas Usulan Kegiatan pembangunan, dan (3) Pemilahan dan katagorisasi kegiatan berdasarkan sumber pendanaan yang diperlukan (swadaya masyaarakat, dunia usaha, APBD Kabupaten/ Kota, APBD Propinsi dan APBN).
d. Lokakarya Kabupaten/Kota (Rakorbang)
Kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan kesepakatan dan komitmen diantara para pelaku pembangunan (pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan sebagainya) atas program kegiatan dan anggaran tahunan daerah, dimana pengambilan keputusan dilaksanakan secara partisipatif dengan berpedoman pada dokumendokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) Terjaminnya keterlibatan masyarakat (individual/kelembagaan) dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat kabupaten/kota, (2) Teridentifikasi dan tersepakatinya priorotas program/kegiatan daerah untuktahun mendatang yang memerlukan pembiayaan APBD Kabupaten/ Kota, dan (3)
Teridentifikasinya kebutuhan akan kebijakan dari pemerintah Kabupaten/ Kota, propinsi dan Pusat, (4) Tersepakatinya kegiatankegiatan yang memerlukan pengjkajian lebih lanjut, (5) Tersepakatinya kegiatan-kegiatan yang memerlukan dukungan kebijakan, sumber daya dan pembiayaan yang bersumber dari APBD propinsi, APBN, sector swasta (dunia usaha dan masyarakat, (6) Tersepakatinya prosedur, mekanisme dan pelembagaan pelaksanaan rakorbang, dan (7) Terintegrasinya pendekatan partisipatif dalam keseluruhan proses perencanaan pembangunan daerah.
Dari gambaran dua dimensi pemberdayaan diatas, yaitu yang berkaitan dengan motivasi dan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipatif. Maka dalam prosesnya, seorang motivator harus memahami alur pikir pemberdayaan yang dilaksanakan. Kalau merujuk dari proses pemberdayaan menurut Wilson (1996 : 135), maka proses pemberdayaan meliputi beberapa tahapan, yaitu (1) Awakening, suatu proses yang membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. (2) Understanding, suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan, aspirasi dan keadaan umum, (3) Harnessing, yaitu individu yang telah memperlihatkan ketrampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan, dan (4) Using, suatu proses penggunaan ketrampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.

Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development). Karena prakteknya saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu pengertian yang serupa.

Pendapat dari Cook (1994) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju kearah yang positif. Sedangkan Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungancollective action dan networking yang dikembangkan masyarakat.

Sedangkan Bartle (2003) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya.

Berdasarkan persinggungan dan saling menggantikannya pengertian community development dan community empowerment, secara sederhana, Subejo dan Supriyanto (2004) memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan sustainable development.

Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud self-organizing dari masyarakat namun kita juga perlu memberikan perhatian pada faktor eksternalnya.

Seperti yang dilaporkan Deliveri (2004), proses pemberdayaan masyarakat mestinya juga didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisplin. Tim pendamping ini merupakan salah satu external factor dalam pemberdayaan masyarakat. Peran tim pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri. Dalam operasionalnya inisiatif tim pemberdayaan masyarakat (PM) akan pelan-pelan dikurangi dan akhirnya berhenti. Peran tim PM sebagai fasilitator akan dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat.

Waktu pemunduran tim PM tergantung kesepakatan bersama yang telah ditetapkan sejak awal program antara tim PM dan warga masyarakat. Berdasar beberapa pengalaman dilaporkan bahwa pemunduran Tim PM dapat dilakukan minimal 3 tahun setelah proses dimulai dengan tahap sosialisasi. Walaupun tim sudah mundur, anggotanya tetap berperan, yaitu sebagai pensehat atau konsultan bila diperlukan oleh masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu tema sentral dalam pembangunan masyarakat seharusnya diletakkan dan diorientasikan searah dan selangkah dengan paradigma baru pendekatan pembangunan. Paradigma pembangunan lama yang bersifat top-down perlu direorientasikan menuju pendekatan bottom-up yang menempatkan masyarakat atau petani di pedesaan sebagai pusat pembangunan atau oleh Chambers dalam Anholt (2001) sering dikenal dengan semboyan “put the farmers first”.

Menurut Nasikun (2000:27) paradigma pembangunan yang baru tersebut juga harus berprinsip bahwa pembangunan harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisitaif dan dorongan kepentingan-kepentingan masyarakat, masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya; termasuk pemilikan serta penguasaan aset infrastrukturnya sehingga distribusi keuntungan dan manfaat akanlebih adil bagi masyarakat.

Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelajutan.

sumber : http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-masyarakat-dan-pembangunan-berkelanjutan.html

Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/09/pemberdayaan-masyarakat-pengertian.html
Copyright aadesanjaya.blogspot.com
Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani (2004) menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan sertamelakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki.

Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/09/pemberdayaan-masyarakat-pengertian.html
Copyright aadesanjaya.blogspot.com