Sabtu, 04 Februari 2012

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi

Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah secara mendasar belum dapat menjawab segala permasalahan yang dialami masyarakat. Kesemua permasalahan tersebut dapat disebabkan diantaranya oleh sistem pelibatan/partisipasi/keikutsertaan masyarakat, mulai dari tahap perencanaan sampai pada evaluasi, yang kurang aspiratif. Akibatnya muncul partisipasi yang bukan berdasarkan kehendak masyarakat, tapi partisipasi yang dipaksakan atau partisipasi karena dimobilisasi (mobilize partisipation). Proses pelaksanaan pembangunan yang demikian itu akan memunculkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil yang dicapai. Selain itu kurangnya rasa memiliki dikalangan masyarakat terhadap
program yang dilaksanakan berakibat pada ancaman ketidakberlanjutan program (unsustainability), dan mudah sekali dilupakan dan ditinggalkan (hit and run).
Pembangunan partisipatif atau Pemberdayaan berbasis partisipasif yang diyakini akan memunculkan rasa memiliki terhadap suatu program mengharuskan bahwa setiap komponen masyarakat ikut terlibat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program. Dengan demikian paradigma pembangunan yang bersifat sentralistis dan top down harus mulai ditinggalkan. Hasil penelitian LPPM Uninus Bandung (2000) disebutkan bahwa pola pendekatan yang bersifat sentralistik dan Top Down seringkali menimbulkan permasalah-permasalahan seperti (1) Kurang terakomodasinya aspirasi dan kepentingan rakyat serta ketergantungan masyarakat kepada pihak ”luar” dalam pengambilan prakarsa dan perumusan program, (2) Terjadinya ketidakcocokan program (lag of program) antara “pemrakarsa” atau perancang program yang nota bene “orang luar” dengan pelaksana dilapangan (masyarakat), (3) Masyarakat sasaran program hanya sebagai objek, karena keterlibatannya hanya sebagai pelaksana, sehingga mereka seringkali tidak merasa sebagai pemilik program, (4) Karena tidak merasa memiliki program, akibatnya dukungan masyarakat terhadap program seperti ini seringkali semu, demikian pula dengan partisipasi mereka, (5) Tidak adanya proses pembelajaran (learning proccess) dari masyarakat dalam hal perencanaan dan pengorganisasian karena mereka hanya sebagai pelaksana (obyek), dengan demikian kurang menjamin keberlanjutan program karena prakarsa selalu datang dari luar dan keterampilannyapun akhirnya tetap dimiliki oleh orang luar.
Untuk menghindari masalah tersebut, sebenarnya sistem perencanaan pemberdayaan berbasis partisipatif sudah ada, tinggal bagaimana sistem itu dijalankan sinergis dengan kesadaran, komitmen dan kebersamaan mewujudkan partisipasi semua kalangan. Sistem itu dijalankan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Lokakarya Tingkat RW
Ditingkat ini, ada proses bagaimana menghasilkan usulan kegiatan dan rincian pendanaannya, yang dihasilkan dari usulan kebutuhan dan aspirasi masyarakat di masing-masing RT.
b. Lokakarya Desa (Musbangdes/ kelurahan)
Musbang desa/kelurahan adalah kegiatan untuk membahas hasil identifikasi kebutuhan dan aspirasi masyrakat ditingkat RW yang kemudian dibahas dan disepakati bersama di tingkat kelurahan. Dengan menghasilkan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) menetapkan prioritas identifikasi potensi dan masalah kunci Desa/Kelurahan, (2) Penetapan rumusan usulan perencanaan pembangunan secara partisipatif, (3) Prioritas usulan kegiatan dan (4) Pemilahan atau katagorisasi kegiatan berdasarkan pada sumber pendanaan yang dibutuhkan (Swadaya, dunia usaha/ Pemda).
c. Lokakarya Kecamatan (UDKP)
Kegiatan ini merupakan upaya mengsinergikan dan mengsinkronisasikan hasil-hasil musbang Desa/Kelurahan dalam satu wilayah kecamatan sehingga menjadi satu usulan yang sistematis, terkoordinasi dan terpadu unutuk di bawa ke rakorbang. Dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) Identifikasi dan kompilasi hasil-hasil Musbang desa/Kelurahan dan unit kerja kecamatan, (2) Prioritas Usulan Kegiatan pembangunan, dan (3) Pemilahan dan katagorisasi kegiatan berdasarkan sumber pendanaan yang diperlukan (swadaya masyaarakat, dunia usaha, APBD Kabupaten/ Kota, APBD Propinsi dan APBN).
d. Lokakarya Kabupaten/Kota (Rakorbang)
Kegiatan ini dilakukan untuk menghasilkan kesepakatan dan komitmen diantara para pelaku pembangunan (pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, dan sebagainya) atas program kegiatan dan anggaran tahunan daerah, dimana pengambilan keputusan dilaksanakan secara partisipatif dengan berpedoman pada dokumendokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut (1) Terjaminnya keterlibatan masyarakat (individual/kelembagaan) dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat kabupaten/kota, (2) Teridentifikasi dan tersepakatinya priorotas program/kegiatan daerah untuktahun mendatang yang memerlukan pembiayaan APBD Kabupaten/ Kota, dan (3)
Teridentifikasinya kebutuhan akan kebijakan dari pemerintah Kabupaten/ Kota, propinsi dan Pusat, (4) Tersepakatinya kegiatankegiatan yang memerlukan pengjkajian lebih lanjut, (5) Tersepakatinya kegiatan-kegiatan yang memerlukan dukungan kebijakan, sumber daya dan pembiayaan yang bersumber dari APBD propinsi, APBN, sector swasta (dunia usaha dan masyarakat, (6) Tersepakatinya prosedur, mekanisme dan pelembagaan pelaksanaan rakorbang, dan (7) Terintegrasinya pendekatan partisipatif dalam keseluruhan proses perencanaan pembangunan daerah.
Dari gambaran dua dimensi pemberdayaan diatas, yaitu yang berkaitan dengan motivasi dan pemberdayaan masyarakat berbasis partisipatif. Maka dalam prosesnya, seorang motivator harus memahami alur pikir pemberdayaan yang dilaksanakan. Kalau merujuk dari proses pemberdayaan menurut Wilson (1996 : 135), maka proses pemberdayaan meliputi beberapa tahapan, yaitu (1) Awakening, suatu proses yang membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. (2) Understanding, suatu proses orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan, aspirasi dan keadaan umum, (3) Harnessing, yaitu individu yang telah memperlihatkan ketrampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan, dan (4) Using, suatu proses penggunaan ketrampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar